Sabtu, 12 Mei 2012

HARRY POTTER and the Order of the Phoenix -- BAB DUA -- Pasukan Burung Hantu


HARRY  POTTER
and the Order of  the Phoenix


-- BAB  DUA --
Pasukan Burung Hantu

'Apa?' kata Harry dengan bingung.
   'Dia pergi!' kata Mrs Figg, meremas-remas tangannya. 'Pergi untuk menemui seseorang mengenai sejumlah kuali yang jatuh dari belakang sapu! Kuberitahu dia akan kukuliti dia hidup-hidup jika dia pergi, dan sekarang lihat! Dementor! Untung saja kusuruh Mr Tibbles berjaga-jaga! Tapi kita tidak punya waktu untuk berdiri saja! Cepat, sekarang, kita harus memulangkan kalian! Oh, masalah yang akan ditimbulkan hal ini! Aku akan membunuhnya!'
   'Tapi --' Pengungkapan bahwa tetangganya yang agak sinting dan terobsesi dengan kucing mengetahui apa itu Dementor hampir sebesar rasa shock Harry ketika bertemu dengan dua di antaranya di gang itu. 'Anda -- Anda penyihir?'
   'Aku Squib, seperti yang diketahui Mundungus dengan baik, jadi bagaimana mungkin aku dapat menolongmu menghadapi Dementor? Dia meninggalkanmu sama sekali tanpa perlindungan padahal sudah kuperingatkan dia --'
   'Mundungus ini sudah mengikutiku? Tunggu dulu -- dia orangnya! Dia ber-Disapparate dari depan rumah!'
   'Ya, ya, ya, tapi untunglah aku menempatkan Mr Tibbles di bawah sebuah mobil untuk jaga-jaga, dan Mr Tibbles datang dan memperingatkan aku, tapi pada saat aku sampai ke rumahmu kau telah pergi -- dan sekarang -- oh, apa yang akan dikatakan Dumbledore? Kau!' dia berteriak pada Dudley, yang masih telentang di lantai gang. 'Pindahkan pantatmu yang besar dari tanah, cepat!'
   'Anda kenal Dumbledore?' kata Harry, menatapnya.
   'Tentu saja aku kenal Dumbledore, siapa yang tidak mengenal Dumbledore? Tapi ayolah -- aku tidak akan bisa membantu kalau mereka kembali, aku bahkan belum pernah men-Transfigurasi kantong teh.'
   Dia membungkuk, meraih salah satu lengan Dudley yang besar ke dalam tangannya yang keriput dan menyentak.
   'Bangun, kau onggokan tak berguna, bangun!'
   Tetapi Dudley tidak bisa atau tidak mau bergerak. Dia diam di atas tanah, gemetar dan wajahnya kelabu, mulutnya tertutup sangat rapat.
   'Akan kulakukan.' Harry memegang lengan Dudley dan mengangkatnya. Dengan usaha kera dia mampu mengangkatnya berdiri. Dudley kelihatannya hampir pingsan. Matanya yang kecil berputar-putar di rongga matanya dan keringat mengucur di wajahnya; saat Harry melepaskannya dia berayun-ayun berbahaya.
   'Cepatlah!' kata Mrs Figg dengan histeris.
    Harry menarik salah satu lengan Dudley yang besar melingkari bahunya dan menyeret dia menuju jalan, sedikit terbungkuk akibat beratnya. Mrs Figg berjalan terhuyung-huyung di depan mereka, sambil mengintai dengan cemas di sudut.
    'Tetap keluarkan tongkatmu,' dia menyuruh Harry, ketika mereka memasuki Wisteria Walk. 'Tidak usah pedulikan Undang-Undang Kerahasiaan sekarang, lagipula resikonya sangat besar, sekalian saja kita digantung karena naga daripada karena telur. Bicara mengenai Pembatasan Masuk Akal Penggunaan Sihir Di Bawah Umur ... ini persis yang ditakutkan Dumbledore -- Apa itu di ujung jalan? Oh, itu cuma Mr Prentice ... jangan simpan tongkatmu, nak, bukankah aku terus memberitahumu aku tidak berguna?'
    Tidaklah mudah memegang tongkat dengan mantap di satu tangan dan menarik Dudley pada saat yang sama. Harry memberi sepupunya sebuah sikutan tidak sabar pada tulang iga, tetapi Dudley tampaknya telah kehilangan semua hasrat untuk pergerakan independen. Dia merosot ke bahu Harry, kaki-kakinya yang besar terseret sepanjang jalan.
    'Mengapa Anda tidak memberitahuku bahwa Anda seorang Squib, Mrs Figg? tanya Harry, terengah-engah karena usaha untuk terus berjalan. 'Setiap kali saya berkunjung ke rumah Anda -- mengapa Anda tidak mengatakan apa-apa?'
    'Perintah Dumbledore. Aku harus mengawasimu tetapi tidak mengatakan apa-apa, kamu terlalu muda. Maaf karena aku telah memberimu waktu yang tidak menyenangkan, Harry, tetapi keluarga Dursley tidak akan pernah membiarkanmu datang bila mereka mengira kamu menikmatinya. Tidak mudah, kau tahu ... tapi oh kataku,' dia berkata dengan tragis, sambil meremas-remas tangannya sekali lagi, 'ketika Dumbledore mendengar hal ini -- bagaimana bisa Mundungus pergi, dia seharusnya berjaga sampai tengah malam -- di mana dia? Bagaimana aku akan memberitahu Dumbledore apa yang terjadi? Aku tidak bisa ber-Apparate.'
    'Aku punya burung hantu, Anda bisa meminjamnya.' Harry mengerang, bertanya-tanya apakah tulang belakangnya akan patah akibat berat Dudley.
    'Harry, kamu tidak mengerti! Dumbledore perlu bertindak secepat mungkin, Kementerian punya cara-cara mereka sendiri untuk mendeteksi sihir di bawah umur, mereka pasti sudah tahu, camkan kata-kataku.'
    'Tapi aku tadi mengenyahkan Dementor, aku harus menggunakan sihir -- mereka pasti lebih khawatir tentang apa yang dilakukan Dementor melayang-layang di sekitar Wisteria Walk?'
    'Oh, sayang, kuharap begitu, tapi aku takut -- MUNDUNGUS FLETCHER, AKAN KUBUNUH KAMU!'
    Ada letusan keras dan bau menyengat minuman yang bercampur dengan tembakau apak memenuhi udara ketika seorang lelaki gemuk pendek dan tidak bercukur dalam mantel luar yang compang-camping muncul tepat di depan mereka. Dia memiliki kaki yang pendek dan bengkok, rambut merah kekuningan yang panjang terurai dan mata merah berkantung yang memberinya tampang muram seperti seekor anjing pemburu. Dia juga sedang mencengkeram sebuah buntalan keperakan yang langsung dikenali Harry sebagai Jubah Gaib.
    ''Da pa,  Figgy?' katanya, menatap dari Mrs Figg ke Harry dan Dudley. 'Kenapa tidak tetap menyamar?'
    'Kuberi kau samaran!' teriak Mrs Figg. 'Dementor, kau pencuri pengecut tukang bolos tidak berguna!'
    'Dementor?' ulang Mundungus, terperanjat. 'Dementor? Di sini?'
    'Ya, di sini, kau kotoran kelelawar tidak berharga, di sini!' pekik Mrs Figg. 'Dementor menyerang bocah itu pada waktu jagamu!'
    'Ya ampun,' kata Mundungus dengan lemah, melihat dari Mrs Figg ke Harry, dan balik lagi. 'Ya ampun, aku --'
    'Dan kau pergi membeli kuali curian! Tidakkah kusuruh kamu jangan pergi? Tidakkah?'
    'Aku -- well, aku --' Mundungus tampak sangat tidak nyaman. 'Itu -- itu adalah peluang bisnis yang sangat baik, kau tahu --'
    Mrs Figg mengangkat lengan di mana tergantung tasnya dan menghantam Mundungus di sekitar wajah dan leher dengannya; yang bila dinilai dari suara kelontang yang ditimbulkannya penuh dengan makanan kucing.
    'Aduh -- jauhkan -- jauhkan, kau kelelawar tua gila! Seseorang harus memberitahu Dumbledore!'
    'Ya -- memang!' teriak Mrs Figg, mengayunkan tas makanan kucing itu pada setiap potong Mundungus yang dapat dicapainya. 'Dan -- sebaiknya -- kamu -- saja -- dan -- kamu -- bisa -- beritahu -- dia -- kenapa -- kau -- tak -- ada -- di sini -- untuk -- bantu!'
    'Tetap pakai jala rambutmu!' kata Mundungus, lengannya di atas kepalanya, gemetaran. 'Aku pergi. Aku pergi!'
    Dan dengan letusan keras lainnya, dia menghilang.
    'Kuharap Dumbledore membunuhnya!' kata Mrs Figg dengan marah. 'Sekarang ayo, Harry, apa yang kautunggu?'
    Harry memutuskan untuk tidak membuang sisa-sisa napasnya menunjukkan bahwa dia hampir tidak bisa berjalan di bawah beban Dudley. Dia memberi Dudley yang setengah sadar sebuah helaan dan maju terhuyung-huyung.
    'Kuantar kau sampai ke pintu,' kata Mrs Figg, ketika mereka membelok ke Privet Drive. 'Hanya untuk berjaga-jaga seandainya ada lagi di sekitar ... oh kataku, benar-benar bencana ... dan kamu harus menghadapi mereka sendiri ... dan Dumbledore berkata kami harus menjagamu dari penggunaan sihir dengan segala cara ... well, tak ada gunanya menangisi ramuan yang telah tumpah, kurasa ... tapi si kucing sudah berada di tengah para pixy sekarang.'
    'Jadi,' Harry terengah-engah, 'Dumbledore ... menyuruh orang ... mengikutiku?'
    'Tentu saja,' kata Mrs Figg tidak sabaran. 'Apakah kau berharap dia akan membiarkanmu berkeliaran sendirian setelah apa yang terjadi di bulan Juni? Demi Tuhan, nak, mereka bilang padaku kau pintar ... benar ... masuk ke dalam dan tetap di sana,' dia berkata, ketika mereka mencapai nomor empat. 'Kuharap seseorang akan segera berhubungan denganmu.'
    'Apa yang akan Anda lakukan?' tanya Harry dengan cepat.
    'Aku akan langsung pulang ke rumah,' kata Mrs Figg, menatap sekeliling jalan yang gelap dan tampak jijik. 'Aku perlu menunggu instruksi lebih lanjut. Tetap saja di dalam rumah. Selamat malam.'
    'Tunggu, jangan pergi dulu! Aku ingin tahu --'
    Tetapi Mrs Figg telah pergi sambil berderap, selop-selop karpetnya berayun-ayun, tasnya berkelontang.
    'Tunggu!' Harry berteriak kepadanya. Dia mempunyai jutaan pertanyaan untuk ditanya kepada siapapun yang memiliki kontak dengan Dumbledore; tapi dalam sekian detik Mrs Figg telah ditelan oleh kegelapan. Sambil merengut, Harry mengatur Dudley pada bahunya dan mengikuti jalan setapak di kebun nomor empat dengan pelan dan menyakitkan.
    Lampu aula menyala. Harry memasukkan tongkatnya kembali ke dalam ban pinggang celana jinsnya, membunyikan bel dan menyaksikan garis bentuk Bibi Petunia bertambah besar dan besar, terdistorsi dengan aneh oleh kaca beriak di pintu depan.
    'Diddy! Sudah waktunya juga, aku sudah -- sudah -- Diddy, ada apa?'
    Harry melihat ke samping kepada Diddy dan menghindar dari bawah lengannya tepat waktu. Dudley berayun di tempat sejenak, wajahnya pucat kehijauan ... lalu dia membuka mulut dan muntah di atas keset pintu.
    'DIDDY! Diddy, apa yang terjadi denganmu? Vernon? VERNON!'
    Paman Harry datang tergopoh-gopoh keluar dari ruang tamu, kumis tebalnya melambai ke sana ke mari seperti yang selalu terjadi setiap kali dia gelisah. Dia bergegas ke depan untuk membantu Bibi Petunia mengatasi Dudley yang lemah-lutut melewati ambang pintu selagi menghindar agar tidak menginjak  genangan muntahan.
    'Dia sakit, Vernon!'
    'Ada apa, nak? Apa yang terjadi? Apakah Mrs Polkiss memberimu sesuatu yang asing sewaktu minum teh?
    'Mengapa kamu penuh debu, sayang? Apakah kamu tadi berbaring di atas tanah?'
    'Tunggu dulu -- kamu tidak dirampok, 'kan, nak?'
    Bibi Petunia berteriak.
    'Telepon polisi, Vernon! Telepon polisi! Diddy, sayang, bicaralah pada Mummy! Apa yang mereka lakukan padamu?'
    Dalam semua keributan itu tak seorangpun tampaknya memperhatikan Harry, yang memang diinginkannya. Dia berhasil menyelinap ke dalam tepat sebelum Paman Vernon membanting pintu dan, selagi keluarga Dursley maju dengan ribut menyusuri aula menuju dapur, Harry bergerak dengan hati-hati dan diam-diam menuju tangga.
    'Siapa yang melakukannya, 'nak? Berikan nama-namanya pada kami. Kami akan balas, jangan takut.'
    'Shh! Dia sedang berusaha mengatakan sesuatu, Vernon! Apa itu, Diddy? Beritahu Mummy!'
    Kaki Harry berada di anak tangga paling bawah ketika Dudleyl menemukan suaranya kembali.
    'Dia.'
    Harry membeku, dengan kaki di tangga, wajah ditegangkan, menguatkan diri untuk menghadapi ledakannya.
    'NAK! KE MARI!'
    Dengan perasaan takut dan marah yang bercampur, Harry memindahkan kakinya pelan-pelan dari tangga dan berbalik untuk mengikuti keluarga Dursley.
    Dapur yang sangat bersih itu terlihat berkilau tidak nyata dan aneh setelah kegelapan di luar. Bibi Petunia sedang menghantar Dudley ke sebuah kursi; dia masih sangat hijau dan penuh keringat. Paman Vernon sedang berdiri di depan papan pengering, membelalak pada Harry melalui mata yang kecil dan disipitkan.
    'Apa yang telah kau lakukan pada anakku?' dia berkata dengan geraman mengancam.
    'Tidak ada,' kata Harry, tahu persis bahwa Paman Vernon tidak akan mempercayainya.
    'Apa yang dia lakukan padamu, Diddy?' Bibi Petunia berkata dengan suara bergemetar, sekarang memakai spon untuk menggosok muntahan dari bagian depan jaket kulit Dudley. 'Apakah -- apakah kau-tahu-apa, sayang? Apakah dia menggunakan -- itunya?'
    Pelan-pelan, sambil gemetaran, Dudley mengangguk.
    'Aku tidak melakukannya!' Harry berkata dengan tajam, sementara Bibi Petunia mengeluarkan ratapan dan Paman Vernon mengangkat kepalannya. 'Aku tidak melakukan apapun padanya, bukan aku, tapi --'
    Tetapi tepat pada saat itu seekor burung hantu menukik masuk melalui jendela dapur. Hampir menabrak puncak kepala Paman Vernon, dia meluncur menyeberangi dapur, menjatuhkan amplop perkamen besar yang sedang dibawanya di paruhnya pada kaki Harry, berbalik dengan anggun, ujung-ujung sayapnya menyentuh bagian atas lemari es, lalu meluncur ke luar lagi dan menyeberangi kebun.
    'BURUNG HANTU!' teriak Paman Vernon, nadi yang sering terlihat di pelipisnya berdenyut dengan marah ketika dia membanting jendela dapur hingga tertutup. 'BURUNG HANTU LAGI! AKU TIDAK AKAN MENERIMA BURUNG HANTU LAGI DI RUMAHKU!'
    Tetapi Harry telah merobek amplop itu dan menarik keluar surat di dalamnya, jantungnya berdebar keras di suatu tempat di sekitar jakunnya.
    Yth Mr Potter,
    Kami telah menerima kabar bahwa Anda menyihir Mantera Patronus pada pukul sembilan lewat dua puluh tiga     
    menit malam ini di daerah tempat tinggal Muggle dan dengan kehadiran seorang Muggle.
        Pelanggaran keras dari Dekrit Pembatasan Masuk Akal untuk Penggunaan Sihir di Bawah Umur telah 
    mengakibatkan pengeluaran Anda dari Sekolah Sihir Hogwarts. Perwakilan Kementerian akan berkunjung ke 
    tempat kediaman Anda dalam waktu dekat untuk memusnahkan tongkat Anda.
        Karena Anda telah menerima peringatan resmi untuk pelanggaran sebelumnya di bawah Seksi 13 
    Undang-Undang Kerahasiaan Konfederasi Penyihir Internasional, kami menyesal harus memberitahu Anda bahwa 
    kehadiran Anda diperlukan pada sebuah sidang pemeriksaan kedisiplinan di Kementerian Sihir pada pukul 9 pagi 
    tanggal dua belas Agustus.
        Kami harap Anda sehat,
        Salam,
        Mafalda Hopkirk
        Kantor Penggunaan Sihir Tidak Pada Tempatnya
       Kementerian Sihir
Harry membaca surat itu dua kali. Dia hanya menyadari samar-samar Paman Vernon dan Bibi Petunia berbicara. Di dalam kepalanya, semua terasa sedingin es dan mati rasa. Satu fakta telah memasuki kesadarannya seperti anak panah yang melumpuhkan. Dia dikeluarkan dari Hogwarts. Semuanya sudah berakhir. Dia tidak akan kembali lagi.
    Dia melihat ke atas kepada keluarga Dursley. Paman Vernon yang berwajah ungu sedang berteriak, kepalan tangannya masih terangkat; Bibi Petunia melingkarkan tangannya pada Dudley, yang muntah lagi.
    Otak Harry yang terbius sementara seperti terbangun. Perwakilan Kementerian akan berkunjung ke tempat kediaman Anda dalam waktu dekat untuk memusnahkan tongkat Anda. Hanya ada satu jalan. Dia harus kabur -- sekarang. Ke mana dia akan pergi, Harry tidak tahu, tetapi dia yakin akan saru hal: di Hogwarts atau di luarnya, dia perlu tongkatnya. Dalam keadaan seperti bermimpi, dia menarik tongkatnya keluar dan berbalik untuk meninggalkan dapur.
    'Kau pikir ke mana kau akan pergi?' teriak Paman Vernon. Ketika Harry tidak menjawab, dia berlari menyeberangi dapur untuk menghalangi pintu ke aula. 'Aku belum selesai denganmu, nak!'
    'Minggir,' kata Harry dengan pelan.
    'Kamu akan tetap di sini dan menjelaskan bagaimana anakku --'
    'Kalau Paman tidak minggir aku akan mengutukmu,' kata Harry sambil mengangkat tongkat.
    'Kamu tidak bisa membodohiku dengan itu!' geram Paman Vernon. 'Aku tahu kamu tidak diizinkan menggunakannya di luar rumah gila yang kamu sebut sekolah!'
    'Rumah gila itu sudah mendepakku,' kata Harry. 'Jadi aku bisa berbuat sesuka hati. Kamu punya tiga detik. Satu -- dua --'
    Suara CRACK yang menggema memenuhi dapur. Bibi Petunia menjerit, Paman Vernon memekik dan menunduk, tetapi untuk ketiga kalinya malam itu Harry mencari-cari sumber gangguan yang tidak dibuatnya. Dia langsung melihatnya: seekor burung hantu yang tampak acak-acakan dan kebingungan sedang duduk di luar di ambang dapur, baru saja bertabrakan dengan jendela yang tertutup.
    Sambil mengabaikan teriakan menderita Paman Vernon 'BURUNG HANTU!' Harry menyeberangi ruangan dengan sekali lari dan mengungkit jendela hingga terbuka. Burung hantu itu menjulurkan kakinya, di mana terikat sebuah perkamen, mengguncangkan bulunya, dan terbang pergi begitu Harry telah mengambil suratnya. Dengan tangan bergetar, Harry membuka gulungan pesan kedua, yang ditulis dengan sangat terburu-buru dan penuh tetesan tinta hitam.
    Harry --
    Dumbleldore baru saja tiba di Kementerian dan dia sedang berusaha mengatasi semuanya. JANGAN 
    MENINGGALKAN RUMAH BIBI DAN PAMANMU. JANGAN MELAKUKAN SIHIR LAGI. 
    JANGAN MENYERAHKAN TONGKATMU.
        Arthur Weasley
Dumbledore sedang berusaha mengatasi semuanya ... apa artinya itu? Seberapa besar kekuatan yang dimiliki Dumbledore untuk melawan Kementerian Sihir? Kalau begitu spakah ada peluang dia akan diperbolehkan kembali ke Hogwarts? Secercah harapan berkembang di dada Harry, hampir segera tertahan oleh rasa panik -- bagaimana dia bisa menolak menyerahkan tongkatnya tanpa melakukan sihir? Dia harus berduel dengan perwakilan Kementerian, dan jika dia melakukan hal itu, dia harus beruntung untuk bisa lepas dari Azkaban, belum lagi pengeluaran dari sekolah.
    Pikirannya berlomba ... dia bisa kabur dan beresiko tertangkap oleh Kementerian, atau diam di tempat dan menunggu mereka menemukannya di sini. Dia jauh lebih tergoda oleh pilihan pertama, tetapi dia tahu Mr Weasley memikirkan yang terbaik baginya ... dan lagipula, Dumbledore telah mengatasi hal-hal yang jauh lebih buruk dari ini sebelumnya.
    'Benar,' Harry berkata, 'Aku berubah pikiran. Aku akan tinggal.'
    Dia melempar dirinya ke meja dapur dan menghadap Dudley dan Bibi Petunia. Keluarga Dursley kelihatan terkejut akan perubahan pikirannya yang mendadak. Bibi Petunia melirik Paman Vernon dengan putus asa. Nadi di pelipisnya yang ungu sedang berdenyut lebih parah dari yang pernah terjadi.
    'Dari siapa burung-burung hantu sialan itu berasal?' dia menggeram.
    'Yang pertama dari Kementerian Sihir, mengeluarkan aku dari sekolah,' kata Harry dengan tenang. Dia sedang menajamkan telinganya untuk menangkap bunyi-bunyi di luar, kalau-kalau perwakilan Kementerian sedang mendekat, dan lebih mudah dan lebih tenang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Paman Vernon daripada membuatnya mulai marah-marah dan berteriak lagi. 'Yang kedua dari ayah temanku Ron, yang bekerja di Kementerian.'
    'Kementerian Sihir?' teriak Paman Vernon. 'Orang-orang sepertimu di pemerintahan? Oh, ini menjelaskan semuanya, semuanya, tidak heran negeri ini jatuh ke tangan anjing-anjing.'
    Ketika Harry tidak menanggapi, Paman Vernon membelalak kepadanya, lalu bertanya, 'Dan kenapa kamu dikeluarkan?'
    'Karena aku melakukan sihir.'
    'AHA!' raung Paman Vernon, sambil menghantamkan kepalannya ke puncak lemari es, yang terbuka; beberapa makanan ringan rendah lemak Dudley berjatuhan ke lantai. 'Jadi kau mengakuinya! Apa yang kamu lakukan pada Dudley?'
    'Tidak ada,' kata Harry, sedikit kehilangan ketenangannya. 'Itu bukan aku --'
    'Benar kau,' gumam Dudley tanpa diduga, dan Paman Vernon dan Bibi Petunia segera membuat gerakan menggelepak pada Harry supaya dia diam sementara keduanya membungkuk rendah kepada Dudley.
    'Teruskan, nak,' kata Paman Vernon, 'apa yang dia lakukan?'
    'Beritahu kami, sayang,' bisik Bibi Petunia.
    'Menunjukkan tongkatnya ke arahku,' Dudley mengomel.
    'Yeah, memang, tapi aku tidak menggunakan --' Harry mulai dengan marah, tetapi --
    'DIAM!' raung Paman Vernon dan Bibi Petunia serentak.
    'Teruskan, nak,' ulang Paman Vernon, dengan kumis melambai-lambai dengan marah.
    'Semua jadi gelap,' Dudley berkata dengan serak, sambil gemetar. 'Semuanya gelap. Dan kemudian aku men-mendengar ... hal-hal. Di dalam kepalaku.'
    Paman Vernon dan Bibi Petunia saling berpandangan dengan tatapan kengerian yang teramat sangat. Jika hal yang paling tidak mereka sukai di dunia adalah sihir -- segera diikuti dengan para tetangga yang lebih banyak menipu larangan pipa air daripada mereka -- orang-orang yang mendengar suara-suara di kepala mereka pastilah berada di nomor sepuluh. Mereka jelas berpikir Dudley telah kehilangan akal.
    'Hal-hal seperti apa yang kamu dengar, Popkin?' sebut Bibi Petunia, dengan wajah sangat putih dan air mata di matanya.
    Tetapi Dudley kelihatannya tidak mampu berkata-kata.  Dia gemetaran lagi dan menggelengkan kepala pirangnya yang besar, dan walaupun ada rasa takut dan mati rasa yang telah timbul pada diri Harry sejak kemunculan burung hantu pertama, dia merasakan keingintahuan tertentu. Apa yang terpaksa didengar oleh Dudley yang manja dan suka menggertak?
    'Bagaiamana kamu sampai jatuh, nak?' kata Paman Vernon, dengan suara yang tidak biasanya tenang, jenis suara yang mungkin dipakainya di sisi ranjang orang yang sakit parah.
    'Ter-tersandung,' kata Dudley gemetaran. 'Dan lalu --'
    Dia menunjuk dadanya yang besar. Harry mengerti. Dudley sedang mengingat rasa dingin lembab yang mengisi paru-paru ketika harapan dan kebahagiaan dihisap keluar dari dirimu.
    'Mengerikan,' Dudley berkata dengan parau. 'Dingin. Sangat dingin.'
    'OK,' kata Paman Vernon, dengan suara tenang yang dipaksakan, sedangkan Bibi Petunia meletakkan tangan cemas ke dahi Dudley untuk merasakan suhunya. 'Apa yang terjadi kemudian, Dudders?'
    'Rasanya ... rasanya ... seperti ... seperti ...'
    'Seperti kamu tidak akan pernah bahagia lagi,' Harry melanjutkan tanpa semangat.
    'Ya,' Dudley berbisik, masih gemetar.
    'Jadi!' kata Paman Vernon, suaranya kembali ke volume penuh sekali ketika dia bangkit. 'Kamu memberi mantera aneh pada anakku sehingga dia mendengar suara-suara dan yakin bahwa dia -- dikutuk untuk menderita, atau apapun, 'kan?
    'Berapa kali harus kuberitahu kalian?' kata Harry, amarah dan suaranya meningkat. 'Bukan aku! Tapi sepasang Dementor!'
    'Sepasang -- omong kosong apa ini?'
    'De -- men -- tor,' kata Harry dengan pelan dan jelas. 'Dua.'
    'Dan apa itu Dementor?'
    'Mereka menjaga penjara sihir, Azkaban,' kata Bibi Petunia.
    Dua detik keheningan mencekam menyusuli kata-kata ini sebelum Bibi Petunia mengatupkan tangannya ke mulut seakan-akan dia telah salah bicara kata-kata kotor yang menjijikkan. Paman Vernon sedang terpana menatapnya. Otak Harry berputar. Mrs Figg adalah satu hal -- tapi Bibi Petunia?
    'Bagaimana kau tahu itu?' dia bertanya kepadanya dengan terkejut.
    Bibi Petunia tampak sedikit terkejut pada dirinya sendiri. Dia melirik Paman Vernon sekilas dengan pandangan menyesal takut-takut, lalu menurunkan tangannya sedikit untuk memperlihatkan gigi-giginya yang mirip gigi kuda.
    'Aku dengar -- anak sialan itu -- memberitahu adikku mengenai mereka -- bertahun-tahun yang lalu,' dia berkata sambil merengut.
    'Jika maksud Bibi ibu dan ayahku, mengapa Bibi tidak menggunakan nama-nama mereka?' kata Harry keras-keras, tetapi Bibi Petunia tidak mengacuhkan dia. Dia tampak sangat bingung.
    Harry terpana. Kecuali satu ledakan bertahun-tahun lalu, ketika Bibi Petunia meneriakkan bahwa ibu Harry adalah orang aneh, dia belum pernah mendengarnya menyebut-nyebut adiknya. Dia heran bahwa bibinya ingat secarik informasi mengenai dunia sihir untuk waktu yang begitu lama, sementara dia biasanya menghabiskan semua energinya berpura-pura dunia itu tidak ada.
    Paman Vernon membuka mulutnya, menutupnya lagi, membukanya sekali lagi, menutupnya, lalu, kelihatannya berjuang untuk mengingat cara berbicara, membukanya untuk ketiga kali dan berkata dengan parau, 'Jadi -- jadi -- mereka -- er -- mereka -- er -- benar-benar ada, mereka -- er -- Dementy-apa-itu?
    Bibi Petunia mengangguk.
    Paman Vernon memandang dari Bibi Petunia ke Dudley ke Harry seakan-akan berharap seseorang akan berteriak, 'April Fool!' Ketika tidak ada yang melakukannya, dia membuka mulutnya sekali lagi, tetapi diselamatkan dari perjuangan menemukan lebih banyak kata oleh kedatangan burung hantu ketiga pada malam itu. Burung itu meluncur melalui jendela yang masih terbuka seperti sebuah bola meriam yang berbulu dan mendarat dengan berisik di meja dapur, menyebabkan ketiga anggota keluarga Dursley melompat karena takut. Harry menarik amplop kedua yang terlihat resmi dari paruh si burung hantu dan merobeknya hingga terbuka selagi si burung hantu menukik kembali ke langit malam.
    'Sudah cukup -- burung hantu -- menyebalkan,' gumam Paman Vernon dengan pikiran kacau, sambil mengentakkan kaki menuju jendela dan membantingnya hingga tertutup lagi.
    Yth Mr Potter,
    Melanjutkan surat kami kira-kira dua puluh dua menit yang lalu, Kementerian Sihir telah meninjau kembali 
    keputusannya untuk memusnahkan tongkat Anda seketika. Anda boleh menyimpan tongkat Anda hingga sidang 
    dengar pendapat kedisiplinan Anda pada tanggal dua belas Agustus, saat keputusan resmi akan diambil.
        Menyusul diskusi dengan Kepala Sekolah Sekolah Sihir Hogwarts, Kementerian telah menyetujui bahwa masalah 
    pengeluaran Anda dari sekolah juga akan diputuskan pada saat itu. Oleh karena itu Anda harus menganggap diri 
    Anda diskors dari sekolah sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut.
        Dengan harapan terbaik,
        Salam,
        Mafalda Hopkirk
        Kantor Penggunaan Sihir Tidak Pada Tempatnya
        Kementerian Sihir
Harry membaca surat ini tiga kali berturut-turut dengan cepat. Simpul yang menyakitkan di dadanya sedikit mengendur karena lega mengetahui bahwa dia belum pasti dikeluarkan, walaupun rasa takutnya masih belum hilang. Segalanya tampak tergantung pada dengar pendapat pada tanggal dua belas Agustus ini.
    'Well?' kata Paman Vernon, mengembalikan Harry ke sekitarnya. 'Sekarang apa? Apakah mereka telah menghukummu? Apakah kelompokmu punya hukuman mati?' dia menambahkan sebagai harapan yang timbul belakangan.
    'Aku harus pergi ke dengar pendapat,' kata Harry.
    'Dan mereka akan menvonismu di sana?'
    'Kurasa begitu.'
    'Aku tidak akan putus harapan, kalau begitu,' kata Paman Vernon dengan kejam.
    'Well, kalau itu saja,' kata Harry, bangkit berdiri. Dia sangat ingin sendirian, untuk berpikir, mungkin untuk mengirim sepucuk surat kepada Ron, Hermione atau Sirius.
    'TIDAK, TIDAK HANYA ITU!' teriak Paman Vernon. 'DUDUK KEMBALI!'
    'Apa lagi sekarang?' kata Harry tidak sabaran.
    'DUDLEY!' raung Paman Vernon. 'Aku ingin tahu persis apa yang terjadi pada anakku!'
    'BAIK!' teriak Harry, dan dalam kemarahannya, percikan merah dan emas muncrat keluar dari ujung tongkatnya, yang masih digenggamnya. Ketiga anggota keluarga Dursley semuanya berjengit, kelihatan takut.
    'Dudley dan aku berada di gang antara Magnolia Crescent dan Wisteria Walk,' kata Harry, berbicara cepat-cepat, berjuang mengendalikan amarahnya. 'Dudley mengira dia akan sok pintar denganku, aku mengeluarkan tongkatku tetapi tidak menggunakannya. Lalu dua Dementor muncul --'
    'Tapi apa ITU Dementoid?' tanya Paman Vernon dengan geram. 'Apa yang mereka LAKUKAN?'
    'Aku sudah bilang -- mereka mengisap kebahagiaan keluar dari dirimu,' kata Harry, 'dan jika mereka punya kesempatan, mereka menciummu --'
    'Menciummu?' kata Paman Vernon, matanya sedikit melotot. 'Menciummu?'
    'Begitulah sebutannya waktu mereka mengisap jiwamu keluar dari mulut.'
    Bibi Petunia mengeluarkan sebuah jeritan pelan.
    'Jiwanya? Mereka tidak mengambil -- dia masih punya --'
    Dia mencengkeram bahu Dudley dan mengguncang-guncangnya, seakan-akan menguji apakah dia bisa mendengar jiwanya berderak-derak di dalam tubuhnya.
    'Tentu saja mereka tidak mengambil jiwanya, kalau iya kalian pasti sudah tahu,' kata Harry dengan putus asa.
    'Berkelahi dengan mereka, ya 'kan, nak? kata Paman Vernon keras-keras, dengan penampilan seorang lelaki yang berjuang mengalihkan percakapan kembali ke bidang yang dimengertinya. 'Beri mereka satu-dua pukulan,ya 'kan?'
    'Paman tidak bisa memberi Dementor satu-dua pukulan,' kata Harry melalui gigi yang dirapatkan.
    'Kalau begitu, kenapa dia tidak apa-apa?' gertak Paman Vernon. 'Mengapa dia tidak jadi kosong?'
    'Karena aku menggunakan Patronus --'
    WHOOSH. Dengan suara berisik, deru sayap dan rontoknya sedikit debu, burung hantu keempat meluncur keluar dari perapian dapur.
    'DEMI TUHAN!' raung Paman Vernon, sambil menarik segumpal besar rambut dari kumisnya, sesuatau  yang sudah lama tidak dia lakukan. 'AKU TIDAK TERIMA ADA BURUNG HANTU DI SINI, AKU TIDAK AKAN MENTOLERANSINYA, KUBERITAHU KAU!'
    Tapi Harry sudah menarik sebuah gulungan perkamen dari kaki burung hantu itu. Dia sangat yakin bahwa surat ini pasti dari Dumbledore, menjelaskan semuanya -- Dementor, Mrs Figg, apa yang sedang diperbuat Kementerian, bagaimana dia, Dumbledore, bermaksud mengatasi semuanya -- sehingga untuk pertama kalinya dalam hidupnya dia merasa kecewa melihat tulisan tangan Sirius. Sambil mengabaikan omelan Paman Vernon yang berkepanjangan mengenai burung hantu, dan menyipitkan matanya terhadap awan debu kedua ketika burung hantu terakhir itu lepas landas balik ke cerobong asap, Harry membaca pesan Sirius.
    Arthur baru saja memberitahu kami apa yang telah terjadi. Jangan meninggalkan rumah lagi, apapun yang kau lakukan.
    Harry merasa ini merupakan tanggapan yang sangat tidak memadai terhadap segala yang telah terjadi malam ini sehingga dia membalikkan potongan perkamen itu, mencari sisa suratnya, tetapi tidak ada lagi yang lain.
    Dan sekarang amarahnya menaik lagi. Tidakkah ada seorangpun yang akan mengatakan 'bagus' karena menghalau dua Dementor seorang diri? Baik Mr Weasley maupun Sirius bertingkah seolah-olah dia berlaku tidak pantas, dan menyimpan petuah-petuah mereka sampai mereka bisa meyakini seberapa banyak kerusakan yang telah diperbuatnya.
    '... patukan, maksudku, pasukan burung hantu meluncur keluar masuk rumahku. Aku tidak terima, nak, aku tidak akan --'
    'Aku tidak bisa menghentikan burung-burung itu datang,' Harry membalas, melumat surat Sirius dalam kepalannya.
    'Aku ingin yang sebenarnya mengenai apa yang terjadi malam ini!' hardik Paman Vernon. 'Jika Demender yang melukai Dudley, kenapa kau sampai dikeluarkan? Kau melakukan kau-tahu-apa, akui saja!'
    Harry mengambil napas panjang menenangkan. Kepalanya mulai sakit lagi. Dia ingin keluar dari dapur lebih dari apapun juga, dan jauh dari keluarga Dursley.
    'Aku menyihir Mantera Patronus untuk menghalau Dementor,' dia berkata sambil memaksa dirinya tetap tenang. 'Itu satu-satunya cara yang manjur mengatasi mereka.'
    'Tapi apa yang dilakukan Dementoid di Little Whinging?' kata Paman Vernon dengan nada sangat marah.
    'Tidak bisa bilang,' kata Harry dengan letih. 'Tak punya gambaran.'
    Kepalanya sekarang berdenyut-denyut dalam cahaya lampu yang menyilaukan. Amarahnya telah surut. Dia merasa terkuras, kelelahan. Keluarga Dursley semuanya menatap dia.
    'Kamu penyebabnya,' kata Paman Vernon penuh semangat. 'Pasti ada hubungannya dengan kamu, nak, aku tahu itu. Kenapa lagi mereka muncul di sini? Kenapa lagi mereka ada di gang itu? Kamu pastilah satu-satunya -- satu-satunya --' Tampak jelas dia tidak mampu menguasai diri untuk menyebutkan kata 'penyihir'. 'Satu-satunya kau-tahu-apa sejauh bermil-mil.'
    'Aku tidak tahu kenapa mereka di sini.'
    Tetapi mendengar kata-kata Paman Vernon, otak Harry yang kelelahan beraksi lagi. Kenapa Dementor datang ke Little Whinging? Bagaimana bisa kebetulan mereka tiba di gang tempat Harry berada? Apakah mereka dikirim? Apakah Kementerian Sihir sudah kehilangan kendali atas Dementor? Apakah mereka telah meninggalkan Azkaban dan bergabung dengan Voldermort, seperti yang telah diramalkan Dumbledore?
    'Demember ini menjaga penjara aneh?' tanya Paman Vernon, susah payah menyela rentetan pikiran Harry.
    'Ya,' kata Harry.
    Kalau saja kepalanya bisa berhenti berdenyut, kalau saja dia bisa meninggalkan dapur dan masuk ke kamar tidurnya yang gelap dan berpikir ...
    'Oho! Mereka datang untuk menangkapmu!' kata Paman Vernon, dengan hawa kemenangan seseorang yang mencapai kesimpulan tak terbantah. 'Begitu 'kan, nak? Kau buron dari hukum!'
    'Tentu saja tidak,' kata Harry, menggelengkan kepalanya seolah-olah untuk menakuti lalat, pikirannya sekarang berpacu.
    'Lalu kenapa --'
    'Dia pasti yang mengirim mereka,' kata Harry pelan, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Paman Vernon.
    'Apa itu? Siapa yang pasti mengirim mereka?'
    'Lord Voldermort,' kata Harry.
    Dia mencatat dengan suram betapa anehnya bahwa keluarga Dursley, yang berjengit, berkedip dan berkuak kalau mereka mendengar kata-kata seperti 'penyihir', 'sihir' atau 'tongkat sihir', bisa mendengar nama penyihir terjahat sepanjang masa tanpa rasa takut sedikitpun.
    'Lord -- tunggu dulu,' kata Paman Vernon,  wajahnya tegang, timbul pandangan pengertian ke dalam mata babinya. 'Aku sudah pernah mendengar nama itu ... dia yang ...'
    'Membunuh orang tuaku, ya,' kata Harry tanpa minat.
    'Tapi dia sudah hilang,' kata Paman Vernon tidak sabar, tanpa tanda terkecilpun bahwa pembunuhan orang tua Harry bisa jadi topik yang menyakitkan. 'Si raksasan itu yang bilang. Dia hilang.'
    'Dia sudah kembali,' kata Harry dengan berat.
    Terasa sangat aneh berdiri di sini di dalam dapur Bibi Petunia yang sebersih ruang operasi, di samping kulkas paling berkelas dan televisi layar lebar, berbicara dengan tenang mengenai Lord Voldermort kepada Paman Vernon. Kedatangan Dementor ke Little Whinging tampaknya telah melanggar dinding besar yang tidak tampak yang membagi dunia non-sihir Privet Drive dan dunia di luarnya. Kedua hidup Harry entah bagaimana telah menyatu dan segalanya telah dibuat terbalik; keluarga Dursley sedang meminta detil mengenai dunia sihir, dan Mrs Figg kenal Albus Dumbledore; Dementor melayang di sekitar Little Whinging, dan dia mungkin tidak akan pernah kembali ke Hogwarts. Kepala Harry berdenyut dengan lebih menyakitkan.
    'Kembali?' bisik Bibi Petunia.
    Dia sedang memandang Harry seolah-olah dia belum pernah berjumpa dengannya sebelumnya. Dan tiba-tiba, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Harry benar-benar menyadari bahwa Bibi Petunia adalah kakak ibunya. Dia tidak dapat menjelaskan mengapa ini menghantamnya dengan begitu kuat pada saat ini. Yang dia tahu hanyalah bahwa dia bukan satu-satunya orang di ruangan itu yang punya firasat apa artinya dengan kembalinya Lord Voldermort. Bibi Petunia seumur hidup belum pernah memandangnya seperti itu sebelumnya. Matanya yang pucat dan besar (begitu lain dengan mata adiknya) tidak menyipit oleh ketidaksukaan atau amarah, mereka terbuka lebar dan tampak takut. Kepura-puraan hebat yang telah dipertahankan Bibi Petunia seumur hidup Harry -- bahwa sihir itu tidak ada dan tidak ada dunia lain selain dunia yang ditinggalinya bersama Paman Vernon -- kelihatannya telah hilang.
    'Ya,' Harry berkata,  berbicara langsung kepada Bibi Petunia sekarang. 'Dia kembali sebulan lalu. Aku melihatnya.'
    Tangannya menemukan bahu Dudley yang besar yang berbalut kulit dan mencengkeramnya.
    'Tunggu dulu,' kata Paman Vernon, melihat dari istrinya ke Harry dan balik lagi, tampak linglung dan dibingungkan oleh pengertian yang tak disangka yang kelihatannya telah timbul di antara mereka. 'Tunggu dulu. Lord Voldything ini sudah kembali, katamu.'
    'Ya.'
    'Yang membunuh orang tuamu itu.'
    'Ya.'
    'Dan sekarang dia mengirimkan Demember untuk mengejarmu?'
    'Kelihatannya begitu,' kata Harry.
    'Aku mengerti,' kata Paman Vernon, memandang dari istrinya yang berwajah pucat pasi ke Harry dan menarik celananya. Dia terlihat menggelembung, wajahnya yang ungu dan besar terentang di depan mata Harry. 'Well, beres sudah,' dis berkata, bagian depan kemejanya merenggang ketika dia menggembungkan tubuhnya, 'kau bisa pergi dari rumah ini, nak!'
    'Apa?' kata Harry.
    'Kau dengar aku -- KELUAR!' Paman Vernon berteriak, dan bahkan Bibi Petunia dan Dudley terlompat. 'KELUAR! KELUAR! Aku seharusnya sudah melakukan ini bertahun-tahun yang lalu! Burung-burung hantu memperlakukan tempat ini ssperti rumah singgah, puding-puding meledak, setengah ruang duduk hancur, ekor Dudley, Marge menggelembung di sekitar langit-langit dan Ford Anglia terbang itu -- KELUAR! KELUAR! Sudah cukup! Kau tinggal sejarah! Kau tidak akan tinggal di sini jika ada orang sinting yang mengejar-ngejarmu, kau tidak akan membahayakan istri dan anakku, kau tidak akan membawa masalah pada kami. Kalau kau akan mengambil jalan yang sama dengan orang tuamu yang tidak berguna, aku sudah muak! KELUAR!'
    Harry berdiri terpancang di tempat. Surat-surat dari Kementerian, Mr Weasley dan SIrius semuanya terlumat di tangan kirinya. Jangan tinggalkan rumah lagi, apapun yang kamu lakukan. JANGAN TINGGALKAN RUMAH BIBI DAN PAMANMU.
    'Kau dengar aku!' kata Paman Vernon, membungkuk ke depan sekarang, wajah ungunya yang besar begitu dekat dengan wajah Harry sehingga dia bahkan merasakan semburan ludah mengenai wajahnya. 'Ayo pergi! Kau sangat ingin pergi setengah jam yang lalu! Aku mendukungmu! Keluar dan jangan pernah lagi menginjak ambang pintu rumah kami! Kenapa kami merawatmu sejak awal, aku tidak tahu, Marge benar, seharusnya panti asuhan saja. Kami terlalu berhati lembut demi kebaikan kami sendiri, berpikir kami bisa menekannya keluar dari dirimu, berpikir kami bisa membuatmu normal, tapi kami sudah busuk dari awal dan aku sudah muak -- burung hantu!'
    Burung hantu kelima meluncur turun dari cerobong asap demikian cepatnya ia sampai menghantam lantai sebelum meluncur ke udara lagi dengan pekik keras. Harry mengangkat tangannya untuk meraih surat, yang berada dalam amplop merah, tetapi burung itu menukik langsung melewati kepalanya, terbang lurus ke arah Bibi Petunia, yang mengeluarkan jeritan dan menunduk, lengannya menutupi wajah. Burung hantu itu menjatuhkan amplop merah itu ke kepalanya, berbalik, dan terbang lurus naik ke cerobong.
    Harry berlari cepat ke depan untuk memungut surat itu, tetapi Bibi Petunia mengalahkannya.
    'Bibi bisa membukanya kalau Bibi mau,' kata Harry, 'tapi bagaimanapun aku akan mendengar apa isinya. Itu sebuah Howler.'
    'Lepaskan benda itu, Petunia!' raung Paman Vernon. 'Jangan menyentuhnya, mungkin berbahaya!'
    'Dialamatkan kepadaku,' kata Bibi Petunia dengan suara bergetar. 'Dialamatkan kepadaku, Vernon, lihat! Mrs Petunia Dursley, Dapur, Nomor Empat, Privet Drive --'
    Dia bernapas cepat, ketakutan. Amplop merah itu sudah mulai berasap.
    'Bukalah!' Harry mendorongnya. 'Hadapi saja! Lagipula pasti terjadi.'
    'Jangan.'
    Tangan Bibi Petunia gemetaran. Dia melihat dengan sembarangan ke sekitar dapur seakan-akan sedang mencari jalan keluar, tapi terlambat -- amplop itu menyala. Bibi Petunia menjerit dan menjatuhkannya.
    Sebuah suara yang mengerikan memenuhi dapur, menggema di ruang tertutup itu, berasal dari surat yang sedang terbakar di atas meja.
    'Ingat yang terakhir dariku, Petunia.'
    Bibi Petunia terlihat seolah-olah dia akan pingsan. Dia terhenyak ke kursi di sebelah Dudley , wajahnya ditutupi tangan. Sisa-sisa amplop terbakar jadi abu dalam keheningan.
    'Apa ini?' kata Paman Vernon dengan parau. 'Apa -- aku tidak -- Petunia?
    Bibi Petunia tidak berkata apa-apa. Dudley sedang menatap ibunya dengan tolol, mulutnya terbuka. Keheningan berpilin dengan mengerikan. Harry sedang mengamati bibinya, benar-benar bingung, kepalanya berdenyut-denyut seperti akan meledak.
    'Petunia, sayang?' kata Paman Vernon takut-takut. 'P-Petunia?'
    Bibinya mengangkat kepalanya. Dia masih gemetar. Dia menelan ludah.
    'Anak itu -- anak itu harus tinggal, Vernon,' dia berkata dengan lemah.
    'A-apa?'
    'Dia tinggal,' katanya. Dia tidak memandang Harry. Dia berdiri lagi.
    'Dia ... tapi Petunia ...'
    'Kalau kita mengusirnya, para tetangga akan menggosipkan,' katanya. Dia telah mendapatkan kembali gayanya yang biasa dingin dan tajam dengan cepat, walaupun dia masih sangat pucat. 'Mereka akan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang janggal, mereka pasti ingin tahu ke mana dia pergi. Kita harus menahannya.'
    Paman Vernon sedang mengempiskan badan seperti sebuah ban lama.
    'Tapi Petunia, sayang --'
    Bibi Petunia tidak mengacuhkannya. Dia berpaling kepada Harry.
    'Kamu harus tinggal di kamarmu,' katanya. 'Kamu tidak boleh meninggalkan rumah. Sekarang pergi tidur.'
    Harry tidak bergerak.
    'Dari siapa Howler tadi berasal?'
    'Jangan tanya-tanya,' Bibi Petunia berkata tajam.
    'Apakah Bibi berhubungan dengan para penyihir?'
    'Kubilang pergi tidur!'
    'Apa artinya itu? Ingat apa yang terakhir?'
    'Pergi tidur!'
    'Kenapa --'
    'KAU DENGAR BIBIMU, SEKARANG NAIK KE TEMPAT TIDUR!'

Previous Next

Tidak ada komentar:

Posting Komentar