Sabtu, 12 Mei 2012

HARRY POTTER and the Order of the Phoenix -- BAB TIGA -- Pengawal Perpindahan


HARRY  POTTER
and the Order of  the Phoenix


-- BAB  TIGA --
Pengawal Perpindahan

Aku baru saja diserang Dementor dan aku mungkin dikeluarkan dari Hogwarts. Aku ingin tahu apa yang sedang terjadi dan kapan aku akan pergi dari sini.
    Harry menyalin kata-kata ini ke atas tiga potong perkamen sesampainya dia pada meja tulisnya di kamar tidurnya yang gelap. Dia mengalamatkan yang pertama kepada Sirius, yang kedua kepada Ron dan yang ketiga kepada Hermione. Burung hantunya, Hedwig, sedang pergi berburu; sangkarnya tergeletak kosong di atas meja tulis. Harry berjalan bolak-balik di dalam ruangan itu, otaknya terlalu sibuk untuk tidur walaupun matanya menyengat dan gatal karena lelah. Punggungnya sakit akibat menyeret Dudley pulang, dan kedua benjolan di kepalanya yang terhantam jendela dan Dudley berdenyut-denyut dengan menyakitkan.
    Dia berjalan bolak-balik, termakan oleh rasa marah dan frustrasi, sambil menggertakan gigi-giginya dan mengepalkan tinjunya, mengalihkan pandangan-pandangan marah ke langit bertabur bintang yang kosong setiap kali dia melewati jendela. Dementor dikirim untuk menyerangnya, Mrs Figg dan Mundungus Fletcher mengikutinya secara rahasia, lalu penskorsan dari Hogwarts dan sebuah sidang dengar pendapat di Kementerian Sihir -- dan masih belum ada orang yang memberitahunya apa yang sedang terjadi
    Dan apa, apa, arti Howler tadi? Suara siapa yang telah menggema dengan begitu mengerikan, mengancam, ke seluruh dapur?
    Mengapa dia masih terperangkap di sini tanpa informasi? Mengapa semua orang memperlakukannya seperti anak nakal saja? Jangan menyihir lagi, tetaplah di dalam rumah ...
    Dia menendang koper sekolahnya ketika melewatinya, tetapi jauh dari meredakan amarahnya dia merasa lebih buruk, karena sekarang dia punya rasa sakit menusuk pada jari kakinya untuk diatasi sebagai tambahan kepada rasa sakit di sekujur tubuhnya yang tersisa.
    Persis ketika dia terpincang-pincang melewati jendela, Hedwig membumbung melaluinya dengan kepakan sayap lembut seperti hantu kecil.
    'Sudah waktunya!' Harry membentak, ketika dia mendarat dengan ringan ke puncak sangkarnya. 'Kamu bisa meletakkan itu, aku punya tugas bagimu!'
    Mata Hedwig yang besar, bundar, kekuningan menatapnya dengan mencela melewati kodok mati yang terjepit di paruhnya.
    'Kemarilah,' kata Harry, sambil memungut ketiga gulungan kecil perkamen dan sebuah tali kulit dan mengikatkan gulungan-gulungan itu ke kakinya yang bersisik. 'Bawa ini langsung ke Sirius, Ron dan Hermione dan jangan pulang ke sini tanpa jawaban yang panjang dan bagus. Terus patuk mereka sampai mereka sudah menuliskan jawaban-jawaban yang panjangnya layak kalau harus. Mengerti?'
    Hedwig mengeluarkan suara uhu teredam, paruhnya masih penuh kodok.
    'Kalau begitu, berangkatlah,' kata Harry.
    Dia langsung lepas landas.Saat dia pergi, Harry melemparkan dirinya ke tempat tidur tanpa berganti pakaian dan menatap langit-langit yang gelap. Sebagai tambahan kepada semua perasaan tidak keruan lainnya, dia sekarang merasa bersalah dia telah marah-marah kepada Hedwig; dia satu-satunya teman yang dimilikinya di nomor empat, Privet Drive. Tetapi dia akan berbaikan dengannya pada saat dia kembali dengan jawaban-jawaban dari Sirius, Ron dan Hermione.
    Mereka pasti menulis balik dengan cepat; mereka tidak akan mungkin mengabaikan serangan Dementor. Dia mungkin akan terbangun besok menemukan tiga surat tebal yang penuh dengan simpati dan rencana-rencana pemindahannya dengan segera ke The Burrow. Dan dengan ide menentramkan itu, tidur meliputinya, melumpuhkan pikiran lebih lanjut.
*
Tapi Hedwig tidak kembali keesokan harinya. Harry menghabiskan sepanjang hari di kamar tidurnya, hanya meninggalkannya untuk pergi ke kamar mandi. Tiga kali pada hari itu Bibi Petunia mendorong makanan ke dalam kamarnya melalui pintu kucing yang telah dipasang Paman Vernon tiga musim panas lalu. Setiap kali Harry mendengarnya mendekat dia mencoba menanyainya mengenai Howler itu, tetapi sekalian saja dia menginterogasi kenop pintu untuk mendapatkan semua jawaban yang diperolehnya. Di lain itu, keluarga Dursley menghindari kamar tidurnya. Harry tidak melihat keuntungan memaksakan kehadirannya ke tengah-tengah mereka; keributan lain tidak akan mencapai apapun kecuali mungkin membuatnya begitu marah sehingga dia akan melakukan lebih banyak sihir ilegal.
    Begitulah yang terjadi selama tiga hari penuh. Harry bergantian dipenuhi dengan energi tak kenal lelah yang membuatnya tidak dapat diam, selama waktu itu dia berjalan bolak-balik di kamarnya, merasa sangat marah kepada mereka semua karena meninggalkan dirinya untuk bersusah hati dalam kekacauan ini; dan dengan kelesuan yang sangat sempurna sehingga dia bisa berbaring di atas tempat tidurnya selama satu jam setiap kali, sambil menatap ruang kosong dengan bingung, sakit akibat rasa takut saat memikirkan tentang dengar pendapat Kementerian.
    Bagaimana kalau mereka membuat keputusan melawannya? Bagaimana kalau dia memang dikeluarkan dan tongkatnya dipatahkan menjadi dua? Apa yang akan dia lakukan, di mana dia akan pergi? Dia tidak bisa kembali tinggal penuh-waktu dengan keluarga Dursley, tidak sekarang setelah dia mengenal dunia yang lain. Mungkin dia bisa pindah ke rumah Sirius, seperti yang telah disarankan Sirius setahun yang lalu, sebelum dia terpaksa kabur dari Kementerian? Apakah Harry akan diizinkan tinggal di sana sendiri, mengingat dia masih di bawah umur? Atau apakah masalah ke mana dia akan pergi seterusnya ditentukan baginya? Apakah pelanggaran Undang-Undang Kerahasiaan Internasional olehnya cukup parah untuk mendaratkannya ke sebuah sel di Azkaban? Kapanpun pikiran ini muncul, Harry tanpa kecuali meluncur turun dari tempat tidurnya dan mulai berjalan bolah-balik lagi.
    Pada malam keempat setelah kepergian Hedwig Harry sedang berbaring dalam salah satu fase tidak acuhnya, sambil menatap langit-langit, pikirannya yang kelelahan agak kosong, ketika pamannya memasuki kamar tidurnya. Harry melihat pelan-pelan ke arahnya. Paman Vernon sedang mengenakan setelan terbaiknya dan sebuah ekspresi sangat puas diri.
    'Kami akan keluar,' katanya.
    'Maaf?'
    'Kami -- maksudnya, bibimu, Dudley dan aku -- akan keluar.'
    'Baik,' kata Harry tanpa minat, sambil menatap balik ke langit-langit.
    'Kau tidak boleh meninggalkan kamar tidurmu selagi kami pergi.'
    'OK.'
    'Kau tidak boleh menyentuh televisi, stereo, atau milik kami yang mana saja.'
    'Benar.'
    'Kau tidak boleh mencuri makanan dari kulkas.'
    'OK.'
    'Aku akan mengunci pintumu.'
    'Lakukanlah.'
    Paman Vernon melotot kepada Harry, jelas curiga akan kurangnya argumen ini, lalu mengentakkan kaki keluar ruangan dan menutup pintu di belakangnya. Harry mendengar kunci diputar dan langkah-langkah kaki Paman Vernon berjalan dengan berat menuruni tangga. Beberapa menit kemudian dia mendengar pintu-pintu mobil dibanting, deru mesin, dan tak salah lagi suara mobil bergerak keluar jalan mobil.
    Harry tidak punya perasaan khusus mengenai kepergian keluarga Dursley. Tidak membuat perbedaan baginya apakah mereka ada di rumah atau tidak. Dia bahkan tidak bisa mengumpulkan tenaga untuk bangkit dan menyalakan lampu kamar tidurnya. Ruangan itu semakin gelap di sekitarnya sementara dia berbaring sambil mendengarkan suara-suara malam melalui jendela yang dibiarkannya terbuka sepanjang waktu, menunggu saat menyenangkan ketika Hedwig kembali.
    Rumah kosong itu berdenyit di sekitarnya. Pipa-pipa menggelegak. Harry berbaring di ssana dalam keadaan seperti pingsan, tidak memikirkan apapun, terbenam dalam kesengsaraan.
    Lalu, dengan cukup jelas, dia mendengar sebuah tabrakan di dapur di bawah.
    Dia terduduk tegak, mendengarkan lekat-lekat. Keluarga Dursley tidak mungkin sudah kembali, terlalu cepat, dan kalaupun begitu dia tidak mendengar mobil mereka.
    Ada keheningan selama beberapa detik, lalu suara-suara.
    Perampok, pikirnya, sambil meluncur turun dari tempat tidur ke atas kakinya -- tetapi sepersekian detik berikutnya terpikir olehnya bahwa perampok akan merendahkan suaranya, dan siapapun yang sedang bergerak di sekitar dapur jelas tidak repot-repot melakukan hal itu.
    Dia menyambar tongkatnya dari meja di samping tempat tidur dan berdiri menghadap pintu kamar tidurnya, sambil mendengarkan sekuat yang dia mampu. Saat berikutnya, dia terlompat ketika kunci mengeluarkan bunyi klik keras dan pintunya mengayun terbuka.
    Harry berdiri tidak bergerak, menatap melalui ambang pintu yang terbuka ke kegelapan di bordes atas, sambil menegangkan telinganya untuk mencari bunyi-bunyi lain, tetapi tidak ada yang datang. Dia bimbang sejenak, lalu bergerak dengan cepat dan diam-diam keluar dari kamarnya menuju kepala tangga.
    Jantungnya melonjak ke atas ke tenggorokannya. Ada orang-orang yang sedang berdiri di aula seperti bayangan di bawah, membentuk siluet terhadap lampu jalan yang terpancar melalui pintu kaca; delapan atau sembilan orang, semuanya, sejauh yang dapat dilihatnya, sedang melihat kepadanya.
    'Turunkan tongkatmu, nak, sebelum kamu menyodok mata seseorang,' kata sebuah suara rendah menggeram.
    Jantung Harry berdebar tanpa terkendali. Dia mengenal suara itu, tetapi dia tidak menurunkan tongkatnya.
    'Profesor Moody?' dia berkata dengan tidak yakin.
    'Aku tidak tahu banyak tentang "Profesor"' geram suara itu, 'belum pernah mengajar banyak, ya 'kan? Turun ke sini, kami ingin melihatmu dengan jelas.'
    Harry menurunkan tongkatnya sedikit tetapi tidak mengendurkan pegangannya, juga dia tidak bergerak. Dia punya alasan yang sangat bagus untuk merasa curiga. Dia baru-baru ini menghabiskan sembilan bulan bersama Moody hanya untuk mendapati bahwa itu sama sekali bukan Moody, tetapi seorang peniru; terlebih lagi, seorang peniru yang telah mencoba membunuh Harry sebelum kedoknya terbuka. Tetapi sebelum dia bisa memutuskan apa yang akan dilakukannya, sebuah suara kedua yang agak serak melayang naik.
    'Tidak apa-apa, Harry. Kami telah datang untuk membawamu pergi.'
    Jantung Harry melonjak. Dia juga mengenal suara itu, walaupun dia sudah tidak mendengarnya selama lebih dari setahun.
    'P-Profesor Lupin?' dia berkata dengan tidak percaya. 'Andakah itu?'
    'Mengapa kita semua berdiri dalam kegelapan?' kata suara ketiga, yang satu ini benar-benar tidak dikenal, suara seorang wanita. 'Lumos.'
    Ujung sebuah tongkat menyala, menerangi aula itu dengan cahaya sihir. Harry berkedip. Orang-orang di bawah berkerumun di sekitar kaki tangga, menatap kepadanya lekat-lekat, beberapa menjulurkan kepala-kepala mereka untuk mendapatkan pandangan yang lebih baik.
    Remus Lupin berdiri paling dekat dengannya. Walaupun masih lumayan muda, Lupin terlihat lelah dan agak sakit; dia punya lebih banyak rambut kelabu daripada ketika Harry mengucapkan selamat berpisah kepadanya terakhir kali dan jubahnya lebih banyak tambalan dan lebih kusam daripada dulu. Walaupun begitu, dia tersenyum lebar kepada Harry, yang mencoba tersenyum balik walau sedang dalam keadaan terguncang.
    'Oooh, dia terlihat persis seperti yang kuduga,' kata penyihir wanita yang sedang memegang tongkatnya yang menyala tinggi-tinggi. Dia terlihat yang paling muda di sana; dia memiliki wajah pucat berbentuk hati, mata gelap bersinar, dan rambut jigrak pendek yang berwarna violet berat. 'Pakabar, Harry!'
    'Yeah, aku tahu maksudmu, Remus,' kata seorang penyihir hitam botak yang berdiri paling belakang -- dia memiliki suara dalam yang pelan dan mengenakan sebuah anting emas tunggal di telinganya -- 'dia tampak persis seperti James.'
    'Kecuali matanya,' kata seorang penyihir pria berambut perak dengan suara mencicit di belakang. 'Mata Lily.'
    Mad-Eye Moody, yang mempunyai rambut kelabu beruban yang panjang dan sepotong daging yang hilang dari hidungnya, sedang mengedipkan mata dengan curiga kepada Harry melalui matanya yang tidak sepadan. Salah satu matanya kecil, gelap dan seperti manik-manik, mata yang lain besar, bundar dan berwarna biru elektrik -- mata ajaib yang bisa menembus dinding, pintu dan bagian belakang kepala Moody sendiri.
    'Apakah kamu cukup yakin itu dia, Lupin?' dia menggeram. 'Pasti jadi pengintai yang bagus kalau kita membawa pulang Pelahap Maut yang menyamar sebagai dia. Kita harus menanyainya sesuatu yang hanya akan diketahui Potter asli. Kecuali ada yang bawa Veritaserum?'
    'Harry, bentuk apa yang diambil Patronusmu?' Lupin bertanya.
    'Seekor kijang jantan,' kata Harry dengan gugup.
    'Itu dia, Mad-Eye,' kata Lupin.
    Sangat sadar bahwa semua orang masih menatapnya, Harry menuruni tangga sambil menyimpan tongkatnya di kantong belakang celana jinsnya ketika dia tiba.
    'Jangan taruh tongkatmu di sana, nak!' raung Moody. 'Bagaimana kalau menyala? Penyihir yang lebih baik darimu sudah kehilangan pantat, kau tahu!'
    'Siapa yang kamu kenal yang sudah kehilangan pantat?' wanita berambut violet itu bertanya kepada Moody dengan tertarik.
    'Tidak usah tahu, kau cukup jauhkan tongkatmu dari kantong belakangmu!' geram Mad-Eye. 'Keamanan tongkat tingkat dasar, tidak ada lagi yang mau repot mematuhinya.' Dia tertatih menuju dapur. 'Dan aku melihat itu,' dia menambahkan dengan agak marah, ketika wanita itu menggulirkan matanya ke langit-langit.
    Lupin mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Harry.
    'Bagaimana kabarmu?' dia bertanya sambil melihat Harry dengan seksama.
    'B-baik ...'
    Harry hampir tidak dapat mempercayai bahwa ini nyata. Empat minggu tanpa apapun, tidak secuilpun petunjuk mengenai rencana memindahkan dia dari Privet Drive, dan tiba-tiba sekelompok besar penyihir  berdiri bukan khayalan di rumah itu seoleh-olah ini adalah pengaturan yang telah lama disepakati. Dia melirik sekilas kepada orang-orang yang mengelilingi Lupin; mereka masih menatapnya dengan tertarik. Dia merasa sangat sadar akan fakta bahwa dia belum menyisir rambut selama empat hari.
    'Aku -- kalian sangat beruntung keluarga Dursley sedang keluar ...' dia bergumam.
    'Beruntung, ha!' kata wanita berambut violet. 'Aku yang memikat mereka agar tidak jadi penghalang. Mengirim sepucuk surat dengan pos Muggle memberitahu mereka telah diikutkan dalam Kompetisi Halaman Suburban Yang Terawat Paling Rapi Seluruh Inggris. Mereka sedang menuju ke acara pemberian hadiah sekarang ... atau itu yang mereka pikir.'
    Harry mendapat bayangan sekilas dari wajah Paman Vernon ketika dia menyadari tidak ada Kompetisi Halaman Suburban Yang Terawat Paling Rapi Seluruh Inggris.
    'Kita akan berangkat, bukan?' dia bertanya. 'Segera?'
    'Hampir seketika,' kata Lupin, 'kita hanya menunggu tanda aman.'
    'Ke mana kita akan pergi? The Burrow?' Harry bertanya dengan penuh harapan.
    'Bukan The Burrow, bukan,' kata Lupin, sambil memberi isyarat kepada Harry menuju dapur; kelompok kecil penyihir itu mengikuti, semuanya masih memandang Harry dengan rasa ingin tahu. 'Terlalu beresiko. Kami sudah mendirikan Markas Besar di suatu tempat yang tidak terdeteksi. Sudah beberapa lama ...'
    Mad-Eye Moody sekarang sedang duduk di meja dapur sambil minum dari botolnya, mata sihirnya berputar ke segala arah, mengamati banyak peralatan penghemat tenaga keluarga Dursley.
    'Ini Alastor Moody, Harry,' Lupin melanjutkan, sambil menunjuk kepada Moody.
    'Yeah, aku tahu,' kata Harry tidak nyaman. Rasanya aneh diperkenalkan kepada seseorang yang dikiranya sudah dikenalnya selama setahun.
    'Dan ini Nymphadora --'
    'Jangan panggil aku Nymphadora, Remus,' kata penyihir wanita muda itu dengan rasa jijik, 'namaku Tonks.'
    'Nymphadora Tonks, yang lebih suka dikenal dengan nama keluarganya saja,' Lupin menyudahi.
    'Kau juga akan begitu kalau ibumu yang bodoh memberimu nama Nymphadora,' gumam Tonks.
    'Dan ini Kingsley Shacklebolt,' Dia menunjuk kepada penyihir pria tinggi hitam, yang membungkuk. 'Elphias Doge.' Penyihir pria bersuara mencicit mengangguk. 'Dedalus Diggle --'
    'Kita sudah pernah berjumpa,' ciut Diggle yang bersemangat, sambil menjatuhkan topinya yang berwarna violet.
    'Emmeline Vance.' Seorang peyihir wanita yang tampak agung dengan syal hijau jamrud mencondongkan kepalanya. 'Sturgis Podmore.' Seorang penyihir pria berahang persegi dengan rambut tebal berwarna jerami mengedipkan matanya. 'Dan Hestia Jones.' Seorang penyihir wanita berpipi merah dan berambut hitam melambai dari sebelah pemanggang roti.
    Harry mencondongkan kepalanya dengan canggung kepada setiap orang ketika mereka sedang diperkenalkan. Dia berharap mereka bisa melihat ke benda lain selain dirinya; rasanya seolah dia mendadak dibawa ke atas panggung. Dia juga bertanya-tanya mengapa mereka begitu banyak yang berada di sini.
    'Sejumlah orang dalam jumlah mengejutkan mengajukan diri untuk datang dan menjemputmu,' kata Lupin, seoleh-oleh dia telah membaca pikiran Harry; sudut mulutnya berkedut sedikit.
    'Yeah, well, semakin banyak semakin baik,' kata Moody dengan suram. 'Kami adalah pengawalmu, Potter.'
    'Kita hanya menunggu pertanda untuk memberitahu kita sudah aman untuk berangkat,' kata Lupin sambil melirik ke luar jendela dapur. 'Kita punya waktu sekitar lima belas menit.'
    'Sangat bersih, para Muggle ini, bukan begitu?' kata penyihir wanita yang dipanggil Tonks, yang sedang melihat-lihat sekeliling dapur dengan minat besar. 'Ayahku seorang yang terlahir dari Muggle dan dia sangat pemalas. Kukira mereka bermacam-macam juga seperti penyihir?'
    'Er -- yeah,' kata Harry. 'Lihat --' dia berpaling kembali kepada Lupin, 'apa yang sedang terjadi, aku belum mendengar apapun dari siapapun, apa yang Vol--?'
    Beberapa penyihir membuat bunyi mendesis aneh; Dedalus Diggle menjatuhkan topinya lagi dan Moody menggeram, 'Diam!'
    'Apa?' kata Harry.
    'Kita tidak akan membahas apapun di sini, terlalu beresiko,' kata Moody, sambil memalingkan mata normalnya kepada Harry. Mata sihirnya tetap berfokus ke langit-langit. 'Sialan,' dia menambahkan dengan marah, sambil meletakkan sebuah tangan ke tangan mata sihirnya, 'terus macet -- sejak dipakai bajingan itu.'
    Dan dengan suara mengisap mengerikan seperti alat penyedot yang ditarik dari bak cuci, dia menarik keluar matanya.
    'Mad-Eye, kamu tahu itu menjijikan, 'kan?' kata Tonks memulai percakapan.
    'Ambilkan aku segelas air, maukah kau, Harry,' pinta Moody.
    Harry menyeberang ke alat pencuci piring, mengeluarkan sebuah gelas bersih dan mengisinya dengan air di bak cuci, masih dipandangi dengan penuh minat oleh kelompok penyihir itu. Pandangan mereka yang tidak berhenti mulai membuatnya jengkel.
    'Sulang,' kata Moody, ketika Harry mengulurkan kepadanya gelas itu. Dia menjatuhkan bola mata sihir itu ke dalam air dan mendorongnya naik turun; mata ini berputar-putar, menatap mereka bergantian. 'Aku mau daya pandang tiga ratus enam puluh derajat pada perjalanan pulang.'
    'Bagaimana kita akan pergi -- kemanapun kita akan pergi?' Harry bertanya.
    'Dengan sapu,' kata Lupin. 'Satu-satunya cara. Kau terlalu muda untuk ber-Apparate, mereka akan mengawasi Jaringan Floo dan lebih dari nilai hidup kita untuk merangkai Portkey tidak sah.'
    'Remus bilang kau penerbang yang andal,' kata Kingsley Shaklebolt dengan suara dalamnya.
    'Dia sangat pandai,' kata Lupin, yang sedang memeriksa jam tangannya. 'Walau begitu, kamu sebaiknya pergi dan berkemas, Harry, kita ingin siap pergi ketika tandanya sampai.'
    'Aku akan ikut dan membantumu,' kata Tonks dengan riang.
    Dia mengikuti Harry kembali ke aula dan naik tangga, melihat sekeliling dengan rasa ingin tahu dan minat yang besar.
    'Tempat aneh,' katanya. 'Agak terlalu bersih, kau tahu maksudku? Agak kurang alami. Oh, ini lebih baik,' dia menambahkan, ketika mereka memasuki kamar tidur Harry dan dia menyalakan lampunya.
    Kamarnya jelas jauh lebih berantakan daripada bagian rumah yang lain. Terkurung di dalamnya selama empat hari dengan perasaan murung, Harry tidak repot merapikan tempat itu. Kebanyakan buku yang dimilikinya terserak di lantai di tempat dia mencoba mengalihkan perhatian dengan cara membacanya bergantian dan melemparnya ke samping; sangkar Hedwig perlu dibersihkan dan mulai berbau; dan kopernya tergeletak terbuka, menyingkapkan gabungan baju Muggle dan jubah penyihir yang campur aduk yang telah berjatuhan ke lantai di sekitarnya.
    Harry mulai memunguti buku-buku dan melemparkannya dengan terburu-buru ke dalam kopernya. Tonks berhenti sejenak di depan lemari pakaiannya yang terbuka untuk melihat pantulannya pada kaca di bagian dalam pintu secara kritis.
    'Kau tahu, aku tidak merasa violet warna yang cocok denganku,' dia berkata sambil termenung, sambil menarik-narik seikat rambut jigraknya. 'Apa menurutmu ini membuatku terlihat agak bertanduk?'
    'Er --' kata Harry, sambil menatapnya dari balik Tim-Tim Quidditch Britania dan Irlandia.
    'Yeah,  benar,' kata Tonks memutuskan. Dia menegangkan matanya dengan ekspresi dipaksakan seakan-akan dia sedang berjuang mengingat sesuatu. Sedetik kemudian, rambutnya berubah menjadi merah muda permen karet.
    'Bagaimana caramu melakukan itu?' kata Harry, sambil menganga kepadanya ketika dia membuka mata lagi.
    'Aku seorang Metamorphmagus,' katanya sambil melihat balik ke bayangannya dan memalingkan kepalanya sehingga dia bisa melihat rambutnya dari segala arah. Maksudnya aku bisa mengubah penampilanku sekehendak hati,' dia menambahkan, ketika melihat ekspresi kebingungan Harry pada cermin di belakangnya. 'Aku terlahir begitu. Aku mendapat nilai tertinggi dalam Persembunyian dan Penyamaran selama pelatihan Auror tanpa belajar sama sekali, hebat sekali.'
    'Kau seorang Auror?' kata Harry, terkesan. Menjadi penangkap Penyihir Gelap adalah satu-satunya karir yang pernah dipertimbangkannya setelah Hogwarts.
    'Yeah,' kata Tonks, terlihat bangga. 'Kingsley juga, walau dia sedikit lebih tinggi dariku. Aku baru memenuhi syarat setahun yang lalu. Hampir gagal di Masuk Diam-Diam dan Mencari Jejak. Aku sangat kagok, apakah kau mendengarku memecahkan piring itu ketika kami tiba di bawah?'
    'Dapatkah kau belajar jadi seorang Metamorphmagus?' Harry bertanya kepadanya, sambil meluruskan diri, sepenuhnya lupa berkemas.
    Tonks tertawa kecil.
    'Aku bertaruh kamu pasti tidak keberatan menyembunyikan bekas luka itu kadang-kadang, eh?'
    Matanya menemukan bekas luka berbentuk kilat di dahi Harry.
    'Tidak, aku takkan keberatan,' Harry bergumam, sambil memalingkan muka. Dia tidak suka orang-orang menatap bekas lukanya.
    'Well, kutakut kamu harus belajar cara yang susah,' kata Tonks. 'Para Metamorphmagus sangat langka, mereka terlahir begitu, bukan dibuat. Kebanyakan penyihir menggunakan tongkat, atau ramuan, untuk mengubah penampilan mereka. Tetapi kita harus bergegas, Harry, kita seharusnya berkemas,' dia menambahkan dengan rasa bersalah, sambil melihat berkeliling pada semua kekacauan di lantai.
    'Oh -- yeah,' kata Harry sambil mengambil beberapa buku lagi.
    'Jangan bodoh, jauh lebih cepat kalau aku yang -- berkemas!' teriak Tonks, sambil melambaikan tongkatnya dengan gerakan menyapu yang panjang ke lantai.
    Buku-buku, pakaian, teleskop dan timbangan semuanya membumbung ke udara dan terbang kacau balau ke dalam koper.
    'Tidak terlalu rapi,' kata Tonks sambil berjalan ke koper dan melihat ke tumpukan di dalamnya. 'Ibuku punya ketangkasan untuk membuat benda-benda masuk dengan rapi -- dia bahkan membuat kaus kaki terlipat sendiri -- tapi aku belum menguasai bagaimana dia melakukannya -- mirip jentikan seperti ini --' Dia menjentikkan tongkatnya dengan penuh harapan.
    Salah satu kaus kaki Harry bergeliut dengan lemah dan tergeletak kembali ke puncak tumpukan kacau di dalam koper.
    'Ah, well,' kata Tonks, sambil membanting tutup koper hingga tertutup, 'setidaknya semua sudah masuk. Itu juga perlu sedikit pembersihan.' Dia menunjukkan tongkatnya ke sangkar Hedwig. 'Scurgify.' Beberapa bulu dan kotoran menghilang. 'Well, itu agak lebih baik -- aku tidak pernah benar-benar bisa semua mantera jenis pekerjaan rumah ini. Benar -- sudah semuanya? Kuali? Sapu? Wow! -- Sebuah Firebolt?'
    Matanya melebar ketika memandang sapu terbang di tangan kanan Harry. Itu adalah kebanggaan dan kesayangannya, sebuah kado dari Sirius, sebuah sapu terbang berstandar internasional.
    'Dan aku masih naik Komet Dua Enam Puluh,' kata Tonks dengan iri. 'Ah well ... tongkatmu masih di celana jinsmu? Kedua pantat masih ada? OK, ayo pergi. Locomotor koper.'
    Koper Harry naik beberapa inci ke udara. Sambil memegang tongkatnya seperti tongkat dirigen, Tonks membuat koper itu melayang menyeberangi ruangan dan keluar dari pintu di hadapan mereka, dengan sangkar Hedwig di tangan kirinya. Harry mengikutinya menuruni tangga sambil membawa sapu terbangnya.
    Kembali ke dapur Moody telah memakai kembali matanya, yang sedang berputar dengan amat cepat setelah pembersihannya sehingga membuat Harry merasa mual melihatnya. Kingsley Shacklebolt dan Sturgis Podmore sedang memeriksa microwave dan Hestia Jones sedang menertawakan pengiris kulit kentang yang dijumpainya ketika menggeledah laci-laci. Lupin sedang menyegel amplop yang dialamatkan kepada keluarga Dursley.
    'Bagus sekali,' kata Lupin, sambil melihat ke atas ketika Tonks dan Harry masuk. 'Kita punya sekitar satu menit, kukira. Kita mungkin harus keluar ke kebun sehingga kita akan siap. Harry, aku telah meninggalkan sepucuk surat yang memberitahu bibi dan pamanmu agar tidak khawatir --'
    'Mereka tidak akan,' kata Harry.
    '-- bahwa kamu aman --'
    'Itu hanya akan membuat mereka tertekan.'
    '-- dan kamu akan bertemu mereka lagi musim panas mendatang.'
    'Apakah aku harus?'
    Lupin tersenyum tetapi tidak menjawab.
    'Kemarilah, nak,' kata Moody dengan keras sambil memberi isyarat kepada Harry dengan tongkatnya. 'Aku perlu memberimu Penghilang-Ilusi.'
    'Anda perlu apa?' kata Harry dengan gugup.
    'Mantera Penghilang Ilusi,' kata Moody sambil mengangkat tongkatnya. 'Lupin bilang kamu punya Jubah Gaib, tapi itu tidak akan bertahan sewaktu kita terbang; ini akan menyamarkanmu lebih baik. Ini dia --'
    Dia mengetuk-ngetuknya dengan keras di bagian puncak kepala dan Harry merasakan sebuah sensasi aneh seakan-akan Moody baru saja membanting sebuah telur di sana; tetesan-tetesan dingin terasa mengalir menuruni tubuhnya dari titik yang tersentuh tongkat.
    'Bagus, Mad-Eye,' kata Tonks penuh penghargaan, sambil menatap pada bagian tengah tubuh Harry.
    Harry melihat ke bawah ke tubuhnya, atau lebih tepatnya, apa yang dulu tubuhnya, karena sama sekali tidak terlihat mirip tubuhnya lagi. Tubuh itu tidak kasat mata; hanya mengambil warna dan tekstur yang persis dengan unit dapur di belakangnya. Dia tampaknya sudah menjadi bunglon manusia.
    'Ayolah,' kata Moody sambil membuka kunci pintu belakang dengan tongkatnya.
    Mereka semua melangkah keluar ke halaman Paman Vernon yang terawat indah.
    'Malam yang cerah,' gerutu Moody, mata sihirnya memindai langit. 'Lebih baik kalau ada sedikit awan. Benar, kau,' dia menghardik pada Harry, 'kita akan terbang dengan formasi berdekatan. Tonks akan berada tepat di depanmu, terus ikuti dari dekat. Lupin akan melindungimu dari bawah. Aku akan berada di belakangmu. Yang lain akan mengelilingi kita. Kita tidak berpisah dari barisan demi apapun, mengerti? Kalau salah satu dari kami terbunuh --'
    'Apakah itu mungkin?' kata Harry khawatir, tetapi Moody mengabaikan dia.
    '-- yang lain akan tetap terbang, jangan berhenti, jangan berpisah dari barisan. Kalau mereka menghabisi kami semua dan kau selamat, Harry, pengawal garis belakang telah bersiap sedia untuk mengambil alih; terus terbang ke timur dan mereka akan bergabung denganmu.'
    'Berhenti bersikap begitu ceria, Mad-Eye, dia akan mengira kita tidak menganggap ini serius,' kata Tonks selagi dia mengikatkan koper Harry dan sangkar Hedwig ke pelana yang bergantung dari sapunya.
    'Aku hanya memberitahu anak itu rencananya,' geram Moody. 'Tugas kita adalah mengantarkan dia dengan selamat ke Markas Besar dan kalau kita mati dalam usaha --'
    'Tidak ada yang akan mati,' kata Kingsley Shacklebolt dengan suaranya yang dalam dan menenangkan.
    'Naiki sapumu, itu tanda pertama!' kata Lupin dengan tajam, sambil menunjuk ke langit.
    Jauh, jauh di atas mereka, hujan bunga api merah terang telah menyala di antara bintang-bintang. Harry mengenalinya seketika sebagai bunga api tongkat. Dia mengayunkan kaki kanannya melewati Fireboltnya, menggenggam pegangannya erat-erat dan merasakannya bergetar sedikit, seakan-akan sama inginnya dengan dirinya untuk naik ke udara sekali lagi.
    'Tanda kedua, ayo pergi!' kata Lupin dengan keras ketika lebih banyak lagi bunga api, kali ini hijau, meledak jauh di atas mereka.
    Harry menjejak keras ke tanah. Udara malam yang sejuk menderu melalui rambutnya ketika petak-petak kebun rapi di Privet Drive tertinggal jauh, mengerut dengan cepat menjadi potongan-potongan hijau tua dan hitam, dan semua pikiran tentang dengar pendapat Kementerian tersapu daari pikirannya seolah-olah deru udara itu telah meniupnya keluar dari kepalanya. Dia merasa seakan-akan jantungnya akan meledak karena senang; dia terbang lagi, terbang menjauh dari Privet Drive seperti yang telah diimpikannya sepanjang musim panas, dia akan pulang ... selama beberapa saat yang menyenangkan, semua masalahnya sepertinya menyusut menjadi hilang, tidak penting lagi di dalam langit luas yang berbintang.
    'Kiri jauh, kiri jauh, ada Muggle yang melihat ke atas!' teriak Moody dari belakangnya. Tonks membelok dan Harry mengikutinya dambil memperhatikan kopernya berayun dengan liar di bawah sapunya. 'Kita perlu ketinggian lebih ... beri lagi seperempat mil!'
    Mata Harry berair karena kedinginan ketika mereka membumbung ke atas; dia tidak bisa melihat apapun di bawah sekarang  kecuali titik-titik kecil cahaya yang mungkin berasal dari mobil Paman Vernon ... keluarga Dursley pastsi sedang menuju kembali ke rumah mereka yang kosong sekarang, penuh amarah mengenai Kompetisi Halaman yang tak pernah ada ... dan Harry tertawa keras-keras ketika memikirkannya, walaupun suaranya ditenggelamkan oleh kibasan jubah-jubah yang lainnya, keriut pelana yang menggantung kopernya dan sangkar itu, dan suara deru angin di telinga mereka selagi mereka menambah kecepatan di udara. Dia belum merasa sehidup ini dalam sebulan, atau sesenang ini.
    'Belok ke selatan!' teriak Mad-Eye. 'Ada kota di depan!'
    Mereka membumbung ke kanan untuk menghindari lewat langsung di atas jaring cahaya yang berkilauan di bawah.
    'Belok ke tenggara dan terus mendaki, ada awan rendah di depan yang bisa menutupi kita!' seru Moody.
    'Kita tidak akan lewat di dalam awan!' teriak Tonks dengan marah, 'kita akan basah kuyup, Mad-Eye!'
    Harry lega mendengarnya berkata demikian; tangannya sudah mulai mati rasa pada pegangan Firebolt. Dia berharap dia telah berpikir untuk memakai mantel; dia sudah mulai gemetar.
    Mereka mengganti arah mereka beberapa waktu sekali menuruti perintah-perintah Mad-Eye. Mata Harry tegang melawan serbuan angin yang sedingin es yang mulai membuat telinganya sakit. Dia hanya bisa mengingat sekali saja kedinginan seperti ini di atas sapu, selama pertandingan Quidditch melawan Hufflepuff pada tahun ketiganya, yang terjadi pada saat badai. Para pengawal di sekitarnya sedang berkeliling terus-menerus seperti burung-burung pemangsa raksasa. Harry lupa waktu. Dia ingin tahu sudah berapa lama mereka terbang, terasa setidaknya sudah satu jam.
    'Membelok ke barat daya!' teriak Moody 'Kita mau menghindari jalur kereta bermotor!"
    Harry sekarang sangat kedinginan sehingga dia memikirkan dengan penuh pengharapan bagian dalam yang nyaman dan kering dari mobil-mobil yang mengalir di bawah, lalu, bahkan lebih mengharapkan, bepergian dengan bubuk Floo; mungkin rasanya tidak nyaman berputar-putar di dalam perapian tetapi setidaknya di dalam nyala api terasa hangat ... Kingsley Shacklebolt melewatinya, kepalanya yang botak dan antingnya berkilau sedikit dalam cahaya bulan ... sekarang Emmeline Vance berada di sisi kanannya, dengan tongkat di luar, kepalanya menoleh ke kiri dan kanan ... lalu dia juga melewatinya, untuk digantikan oleh Sturgis Podmore ...
    'Kita harus berbalik sedikit, hanya untuk memastikan kita tidak diikuti!' Moody berteriak.
    'APAKAH KAMU SINTING, MAD-EYE?' Tonks berteriak dari depan. 'Kita semua membeku pada sapu kita! Kalau kita terus melenceng dari jalur kita tidak akan tiba di sana sampai minggu depan! Selain itu, kita sudah hampir sampai!'
    'Waktunya mulai menurun!' datang suara Lupin. 'Ikuti Tonks, Harry!'
    Harry mengikuti Tonks menukik. Mereka sedang menuju kumpulan lampu terbesar yang pernah dilihatnya, kumpulan yang besar dan malang melintang, berkilauan membentuk garis dan kisi, saling berselang-seling dengan potongan-potongan hitam paling kelam. Mereka terbang semakin rendah, sampai Harry dapat melihat satu-satu lampu besar dan lampu jalan, cerobong asap dan antena televisi. Dia sangat ingin mencapai tanah, walaupun dia merasa yakin seseorang akan harus melelehkannya dari sapunya.
    'Ayo kita mulai!' seru Tonks, dan beberapa detik kemudian dia telah mendarat.
    Harry mendarat tepat di belakangnya dan turun ke sepotong rumput tak terawat di tengah sebuah alun-alun kecil. Tonks sudah melepaskan koper Harry. Sambil gemetar, Harry melihat berkeliling. Bagian depan yang suram dari rumah-rumah yang ada di sekitar tidak menunjukkan penyambutan; beberapa di antaranya memiliki jendela yang pecah, berkilau suram dalam cahaya lampu jalan, cat mulai mengelupas dari banyak pintu dan tumpukan sampah tergeletak di luar beberapa tangga depan.
    'Di mana kita?' Harry bertanya, tetapi Lupin berkata dengan pelan, 'Sebentar.'
    Moody sedang menggeledah mantelnya, tangannya yang berbonggol-bonggol kagok karena kedinginan.
    'Dapat,' gumamnya, sambil mengangkat apa yang tampak seperti sebuah pemantik rokok perak ke udara dan menjentikkannya.
    Lampu jalan terdekat padam dengan bunyi pop. Dia menjentikkan pemadam itu lagi; lampu berikutnya padam; dia terus menjentik sampai semua lampu di alun-alun itu padam dan cahaya yang tersisa hanya berasal dari jendela-jendela bergorden dan bulan sabit di atas.
    'Pinjam dari Dumbledore,' geram Moody sambil mengantongi Pemadam-Lampu. 'Itu akan mengatasi Muggle-Muggle manapun yang melongok keluar dari jendela, ngerti kan? Sekarang ayo, cepat.'
    Dia memegang lengan Harry dan menuntunnya dari potongan rumput tadi, menyeberangi jalan dan naik ke trotoar; Lupin dan Tonks mengikuti sambil membawa koper Harry bersama-sama, para pengawal yang lain mengapit mereka, semuanya dengan tongkat di luar.
   Suara hentakan teredam dari sebuah stereo datang dari sebuah jendela atas rumah terdekat. Bau tajam dari sampah yang membusuk datang dari tumpukan kantong sampah yang menggembung persis di dalam pagar yang terbuka.
    'Di sini,' Moody menggumam, sambil menyodorkan sepotong perkamen ke tangan Harry yang terkena Penghilang-Ilusi dan memegang tongkatnya yang menyala dekat ke perkamen itu, untuk menerangi tulisannya. 'Bacalah cepat-cepat dan hafalkan.'
    Harry melihat ke potongan kertas itu. Tulisan tangan rapat-rapat itu samar-samar tampak dikenalnya.  Isinya:
    Markas Besar Order of the Phoenix bisa dijumpai di nomor dua belas, Grimmauld Place, London.

Previous Next

Tidak ada komentar:

Posting Komentar